K.H. A. Wahid Hasyim dikenal oleh banyak orang sebagai salah satu tokoh NU (Nahdlatul Ulama), organisasi yang sering diidentikan dengan organisasi tradisionalis yang reformis, modernis, populis, dan progresif. Sosok Wahid Hasyim merupakan salah satu tokoh yang patut diperhitungkan dalam perkembangan Islam di Indonesia. Latar belakangnya sebagai putra seorang pendiri NU dan seorang santri, tidak menjadikan pemikirannya mengenai Islam pada khususnya dan negara pada umumnya bersifat tradisional. Pemikirannya tentang Islam, Pendidikan, dan negara justru dapat digolongkan maju. Dengan pemikirannya yang maju ini, menjadikannya seorang tokoh yang berpemikiran modernis.
Pemikiran seorang Wahid Hasyim dalam mengembangkan agama Islam,
khususnya Pendidikan, dan pemikirannya tentang negara, tertuang dalam perjuangan-perjuangan yang secara konkret dilakukannya. Perjuangan Wahid
Hasyim dimulai Ketika berada di Pondok Pesantren Tebuireng, kemudian
berlanjut ke organisasi NU, organisasi MIAI, Masyumi, dan Liga Muslimin Indonesia, perjuangannya melawan penjajah, dan perjuangannya di dalam
pemerintahan, terutama dalam kementrian kegamaan. Karena perjuangan-perjuangan inilah, maka gelar Pahlawan Nasional memang patut disandangnya. Dari sini bisa kita pahami ternyata seorang K.H. Wahid Hasyim yang sampai saat ini dikenal sebagai seorang pahlawan yang sangat berjasa bagi kemenangan
Islam dan Indonesia.
Pada hal ini akan kita bahas tuntas tentang korelasi pemikiran-pemikiran K.H. Wahid Hasyim dengan Gerakan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indoensia). KAMMI adalah sebuah organisasi gerakan mahasiswa yang muncul di tahun ’98, dan bisa dikategorikan sebagai kelompok aksi. KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) yang lahir pada 29
Maret 1998, dua bulan sebelum lengsernya presiden Soeharto. Berawal dari para
peserta pertemuan Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus {FSLDK) ke X di Universitas Muhammadiyah Malang, yang sepakat untuk merespon situasi krisis nasional yang sedang terjadi, mereka membentuk wahana baru bagi aksi-aksi politik sebagai bentuk peran dan tanggung jawab sosial-politik para Aktivis Dakwah Kampus.
K.H. Wahid Hasyim adalah putra kelima dari pasangan K.H. M. Hasyim
Asy’ari dengan Nyai Nafiqah binti kiai Iyas. Wahid Hasyim adalah salah seorang dari sepuluh keturunan langsung dari K.H. M. Hasyim Asy’ari. Silsilah dari jalur ayah ini bersambung hingga Joko Tingkir, tokoh yang kemudian lebih dikenal dengan Sultan Sutawijaya yang berasal dari Kerajaan Islam Demak. Sedangkan, dari pihak ibu, silsilah bersambung hingga Ki Ageng Tarub. Bila diruntut lebih
jauh, kedua silsilah itu bertemu pada satu titik, yaitu Sultan Brawijaya V, yang
menjadi salah satu raja Kerajaan Mataram. Sultan Brawijaya V ini juga dikenal dengan sebutan “Lembu Peteng”.
Wahid Hasyim adalah putra kelima pasangan K.H. M. Hasyim Asy’ari
dengan Nyai Nafiqah binti Kiai Iyas. Wahid Hasyim adalah anak kelima (anak
pertama laki-laki) dari sepuluh bersaudara. Wahid Hasyim lahir pada hari jumat
legi 5 Rabi’ul awal 1333 H, bertepatan dengan 1 Juni 1914 di desa Tebuireng Jombang Jawa Timur. Ia lahir dari perkawinan salah satu ulama terkemuka dan
pendiri pesantren Tebuireng, yaitu K.H. Hasyim Asy’ari. Beliau besama Wahab
Hasbulloh juga tokoh utama dalam pendirian organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Ibunya bernama Nafiqoh juga berasal dari keluarga kyai. Putri dari Kyai Ilyas, pengasuh pesantren Sewulan Madiun.
Pemikiran Pendidikan K.H. Wahid Hasyim
Tokoh Islam penting yang mengembangkan pendidikan pesantren adalah K.H. Abdul Wahid Hasyim (Wahid). Seorang pembaharu dalam gerakan agama Nahdlatul Ulama (NU). Ketokohannya antara lain berkat terobosan dengan mengubah sistem pendidikan pesantren Tebu Ireng yang dipimpin oleh ayahnya, KH. Hasyim Asyari. Maksudnya untuk mempersiapkan kader-kader santri NU untuk menghadapi tantangan dan perubahan zaman.
Wahid juga berjasa besar terhadap pendidikan tinggi agama Islam Indonesia pasca kemerdekaan. Posisinya sebagai menteri Agama tahun 1950-
1955 telah disebut oleh Azra dan Umam sebagai masa era konsolidasi dan pembelaan eksistensi Kementerian Agama. Di masanya mulai berdiri Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri dengan inisiatif perubahan FAI UII. Keaktifan Hasyim
dalam berbagai bidang dan persoalan kebangsaan telah memberikan ide bahwa ia memiliki keyakinan bahwa Islam mementingkan persoalan kebangsaan sejajar dengan kajian fikih dan tasawuf yang lain dalam pendidikan pesantren.
Keutamaan penggalian sejarah Islam dan nasionalisme kebangsaan bagi perluasan khasanah pendidikan kewarganegaraan berbasis agama Islam di nusantara. Apalagi kontribusi kebangsaannya telah diakui dengan pengakuan
pemerintah sebagai Pahlawan Nasional kemerdekaan bersama ayahnya, Hasyim Asy’ari. Dengan demikian para praktisi dan pengambil kebijakan mendapatkan pencerahan wawasan pendidikan keagamaan nasional, di pesantren pada khususnya.
Demi kemajuan dan kebahagiaan bangsa Indonesia, jalan yang harus
ditempuh ialah melalui pengetahuan, yang kemudian dilembagakan dalam bentuk perguruan tinggi. Maka, patutlah dikemukakan harapan, bahwa perasaan
saling menghargai dan Kerjasama yang baik itu dapat dipelihara seterusnya, bukan saja di dalam batas lingkup Perguruan Tinggi, melainkan juga dapat
diperluas kepada pelajar-pelajar itu pada khususnya dan generasi mendatang
pada umumnya.
Pemikiran Pergerakan K.H. Wahid Hasyim
Mengenai pemikiran Wahid Hasyim dalam dunia pergerakan, peran
Wahid Hasyim dalam dunia pergerakan memang tidak diragukan lagi kapasitasnya. Beliau pernah menjadi ketua MIAI, ketua Masyumi, dan ketua PBNU dan beberapa organisasi lain yang ia bentuk, seperti LMI (Liga Muslimin Indonesia), yang ia buat setelah NU keluar dari Masyumi. Namun dalam setiap organisasinya, ia selalu bersikap kritis. Hal itu tertuang dalam artikel berjudul “Masyumi Lima Tahun”. Di dalam artikel ini, Wahid Hasyim mengamati dan
mencermati perjalanan pergerakan politik Masyumi selama lima tahun. Lantas bagaimana penilaiannya? Penilaian itu bagi Wahid Hasyim tergantung kacamatanya, ia menilainya jika berbagai agenda Masyumi terkadang banyak
yang tidak terkontrol atau bisa dikatakan morat-marit, untuk mengatakan secara
halus dalam Bahasa Jawa, ngeli, ikut arus.
Jika kita tarik dalam gerakan KAMMI yang mana organisasi ini adalah
organisasi pergerakan, dan juga tertuang dalam 7 Filosofi Gerakan KAMMI pada Karakter Organisasi KAMMI yaitu, Harokatul Tajnid (Pengkaderan) dan Harokatul Amal (Pergerakan) yang ada di bidang dakwah siyasi ‘politik’. K.H. Wahid Hasyim seperti pemikiran dan pengalamannya yang di atas berarti bisa anggap beliau adalah orang yang kritis dalam bersikap dan beragumentasi, seperti kepada Masyumi. Dalam 7 Filosofi Gerakan KAMMI yang tertuang dalam Kredo Gerakan KAMMI poin enam yaitu, Kami adalah ilmuwan yang tajam analisisnya, pemuda
yang kritis terhadap kebathilan, politisi yang piawai mengalahkan muslihat musuh dan piawai dalam memperjuangkan kepentingan umat, seorang pejuang di siang hari dan rahib di malam hari, pemimpin yang bermoral, teguh pada
prinsip dan mampu mentransformasikan kepada masyarakat.. . Dari sini bisa kita pahami bahwasannya dalam dasar perjuangan 7 Filosofi gerakan KAMMI,KAMMI adalah orang-orang yang kritis dalam memikirkan masalah umat dan sebagainya.
Seperti pada umumnya mahasiswa ditekankan untuk bersikap kritis
dalam berpikir, kita akan kembali ke masa lalu saat masa-masa reformasi terjadi, saat setelah deklarasi KAMMI di Malang, Ketua Umum Fahri Hamzah jumpa pers, ia menyampaikan pandangannya atas persoalan bangsa serta memberikan rumusan butir-butir reformasi ekonomi, politik, hukum, dan perundang-undangan, sosial, pembangunan manusia Indonesia seutuhnya serta reformasi moral.
Dalam butir reformasi KAMMI saat itu memandang perlu adanya menata ulang Kembali perekonomian nasional dengan kebijakan dan strategi yang tepat. Proses pembangunan diorientasikan sepenuhnya pada pemberdayaan dan kemakmuran rakyat. Manajemen pembangunan dijalankan oleh pemerintah yang bersih dan berwibawa.10 Dari kilas balik perjuangan gerakan KAMMI saat masa reformasi, bis akita pahami bersama bahwasannya KAMMI dalam memulai langkahnya itu berdasarkan pemikiran-pemikiran yang kritis dan dihasilkan dari diskusi-diskusi KAMMI yang selalu dilaksanakan. Karena dalam hal ini KAMMI selalu mempunyai tujuan untuk menjadi Muslim Negarawan, selain belajar dan dididik di tarbiyah atau Pendidikan Islam tidak melupakan jati dirinya sebagai mahasiswa dan seorang negarawan yang selalu resah dan peduli terhadap Indonesia.
Sumber :
Amin Sudarsono, Ijtihad Membangun Basis Gerakan, (Jakarta Timur : Muda
Cendekia, 2010).
Andi Rahmat, Muhammad Najib, Gerakan Perlawanan Dari Masjid Kampus,
(Yogyakarta : Profetika, 2007)
Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi, (Solo : Era Intermedia, 2003).
Muhammad Rifai, K.H. Wahid Hasyim, (Yogyakarta : Garasi, 2020)
Penulis : Febby Prayoga
0 Komentar