Seputar Pena Inspiratif

6/recent/ticker-posts

Hari Tani Nasional; Ilusi Kesejahteraan Pedesaan.

Badan Pusat Statistik (2022) merilis satu publikasi bahwa, di Indonesia, sekitar 26,16 juta jiwa masih berada di bawah garis kemiskinan dan mayoritas (12,29 persen) berada di pedesaan.

Kemiskinan, begitupun kelaparan, masih menjadi momok masyarakat di pedesaan. Para penduduk di pedesaan yang memproduksi pangan, justru merupakan pihak yang rentan terhadap kemiskinan dan kelaparan.

Hal tersebut linear dengan riset yang sempat dipublikasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bahwa 80 persen dari penduduk dunia yang menderita kelaparan ternyata tinggal di daerah pedesaan. Atau dari 1 milyar orang yang menderita kemiskinan ekstrim di dunia, 75 persen tinggal dan bekerja di daerah pedesaan.

Apalagi situasi ini diperparah oleh krisis pangan global pada tahun 2008 dan 2009. Selain itu, tidak kurang dari 70 persen penduduk dunia yang kelaparan adalah perempuan dan sebagian besar dari mereka bekerja di bidang pertanian.

Sepakat atau tidak, sektor pertanian adalah jantung kehidupan pedesaan sekalipun dalam skup yang luas. Selain berfungsi sebagai penjamin kedaulatan pangan bangsa, juga telah menjadi tulang punggung kekuatan ekonomi nasional.

Namun, kondisi pertanian yang berkembang dewasa ini sejak praktik Revolusi Hijau (1970-an) telah mengancam keselamatan hidup petani, memperburuk kondisi alam, menurunkan kemampuan produktivitas petani dan kesejahteraan hidup petani.

Permasalahan ekonomi yang menyangkut masalah pertanian, pelayanan kesehatan, dan pendidikan adalah realitas yang menunjukkan belum terpenuhinya hak rakyat pedesaan atas hak-hak ekonomi, sosial dan budaya seperti apa yang telah ditegaskan dalam konvensi internasional yang dikeluarkan oleh PBB sejak tahun 1966.

Pertanian dan pedesaan tidak lagi menjadi atraktif, sehingga petani dan rakyat yang bekerja di pedesaan —serta pedesaan itu sendiri— dianggap kusam, miskin, dan terpinggirkan, alih-alih terkesan diskriminatif.

Hal inilah yang harus menjadi fokus pekerjaan Indonesia, demi kesejahteraan rakyat tani Indonesia serta pembangunan daerah pedesaan. Menyangkut soal pertanian memang mesti diperhatikan dan dikontrol mulai dari hulu ke hilir. Dari keterjangkauan modal produksi hingga kesejahteraan kaum tani.

Ditambah dengan tidak berkutiknya pemerintah atas alih fungsi lahan sekurang-kurangnya 150.000 hektare yang terjadi pada 2019.

Alih fungsi lahan, seperti kata Fauziyah dan Muhammad Iman (2020), setidaknya berdampak pada produktivitas pangan yang menurun, hilangnya kesempatan petani untuk menggarap lahannya secara berkelanjutan, tidak optimalnya investasi pemerintah pada bidang pengairan dan semakin berkurangnya ekosistem sawah.

"... bahwa di tanah air kita yang indah permai ini ada anak-anak kecil yang diangkut ke rumah sakit oleh karena periuk nasi di rumah adalah kosong, itu adalah sebenarnya satu tanda ketidakmampuan, satu brevet van onvermogen dari pada generasi sekarang yang tak mampu mengenal dan memecahkan soal," kata Soekarno saat berpidato pada agenda peletakan batu pertama kampus IPB (1952).

Selamat Hari Tani Nasional 2022!

Febby Prayoga

Posting Komentar

0 Komentar